Musyawarah Daerah IPKB (Ikatan Penulis Keluarga Berencana) Jabar 2014, yang digelar di Hotel Ayong, Linggarjati, Kab.Kuningan. |
Melingkupi 27 kab/kota dalam wilayahnya, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak dibanding daerah lain di Tanah Air. Dari total penduduk Nusantara kurang lebih 250 juta, 20%-nya ada di Jawa Barat.
Di tengah senyap program pembangunan kependudukan, dan KB pada beberapa tahun terakhir, wilayah provonsi ini pun berada dalam ancaman ledakan jumlah penduduk.
Laju pertumbuhan penduduk (LPP) merangsek over estimate. Begitu pun angka fertilitasnya, sampai rasio populasi penduduk kota per kilometer persegi (km2) yang sudah di bawah jauh standar hidup layak.
Hal ini mengemuka, di acara Musyawarah Daerah IPKB (Ikatan Penulis Keluarga Berencana) Jabar 2014, yang digelar di Hotel Ayong, Linggarjati, Kab.Kuningan, pekan kemarin. Difasilitasi Bidang KB, BPM-KB Kab.Tasikmalaya, awak Tasikplus mengikuti musda tersebut. Musda diikuti 24 delegasi pengurus cabang IPKB kabupaten dan kota se-Jawa Barat.
Saat pembukaan acara musda, iklim pertumbuhan penduduk ini disitir Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Siti Fathonah. Data terkini LPP Jawa Barat, menurut Siti, dalam kisaran mencapai 1,89%.
Angka hasil laporan BPS 2010 itu, sambung Siti, di atas perhitungan sebesar 1,3% dari jumlah penduduk. Sementara LPP nasional, di kisaran 1,49%. "Ternyata, yang tak kalah mengejutkan laporan hasil pendataan Bapenas untuk angka LPP di akhir 2013, mencapai 2,1%.
Laporan tersebut menggambarkan capaian program yang tak tercapai. Tak dielaknya, kondisi itu seiring melemahnya garapan program kependudukan dan pembangunan keluarga di hampir banyak daerah di Jawa Barat, beberapa tahun terakhir. Lalu, kurangnya tenaga penyuluh.
"Kalau rata-rata angka kelahiran penduduk nasional saat ini 4 juta orang/tahun, Jawa Barat adalah potret nasional. Jalan-jalan di perkotaan di keseharian, bisa jadi parameter kepadatan Jawa Barat. Kota Bandung kian sesak", kata Siti.
Besarnya LPP dan fertilitas (angka kelahiran hidup per 1000 wanita usia 15-44 tahun) yang tak terkendali, berpotensi menimbulkan baby boming (ledakan jumlah penduduk). Kemudian, tak kunjung meratanya capaian garapan pembangunan seiring jumlah penduduk yang terus bertambah.
Jumlah penduduk akan senantiasa jadi rasio pembagi setiap program. Pada kondisi lainnya, menekan naiknya angka kemiskinan. Lantas, munculnya tuntutan kecukupan pangan meroket, sementara lahan dan infrastruktur yang ada kian susut.
Perlu edukasi
Masih dengan imbas besarnya LPP, bahasan Siti Fathonah, data populasi penduduk Jabar sampai saat ini, sudah melampaui rasio kehidupan layak. Mengacu pada standar hidup layak versi WHO, untuk tiap 1 km lahan, yakni dihuni 1.000 kepala. Faktanya, penyebaran penduduk di Kota Bandung misal, pada 2010 sudah di angka 14.000 kepala per kilometer persegi (km2).
"Kita pun bisa bayangkan, kalau angka 14.000 itu di tahun 2010, saya punya prediksi pada 2014 ini, mungkin sudah 17.000 jiwa per kilometer. Kita makin kompetitif, penempatan lahan tempat hidup secara perlahan kian berdesakan", tandas Siti.
Pejabat perempuan yang tampak energik ini meyakinkan, angka-angka (LPP, fertilitas) itu tentunya diambil rata-rata berdasar laporan dari tiap kabupaten/kota di Jawa Barat. "Untuk itu, saya sangat mengapresiasi bagi yang turut peran, tentunya IPKB, dalam menggerakkan program pembangunan kependudukan. Kita (BKKBN Jawa Barat) punya program sekarang ini Tahun Lini Lapangan," sebutnya.
Maksud program itu, menggerakkan lini di bawah dengan edukasi-edukasi, hingga meyakini program pengendalian kependudukan dan KB, adalah opsi pengendalian LPP, sekaligus untuk memacu kesejahteraan masyarakat. Lalu, menguatkan kemitraan KIE dengan stakeholders.
"Tantangan kita semua sekarang, untuk menggerakkan masyarakat paham membangun keluarga sejahtera," ajak Fathonah. Adapun melempemnya program pembangunan kependudukan, pembangunan keluarga, disebutnya, antara lain berkorelasi kuat di banyak daerah belum berwujudnya lembaga pelaksana kegiatan sebagaimana tuntutan undang-undang.
Hingga kini, unit kerja pembangunan keluarga/kependudukan di kab/kota rata-rata masih setingkat bidang dalam satu dinas. Padahal amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, sudah mesti setingkat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) yang kini sudah sangat mendesak.
Lemahnya jenjang unit kerja program KB disinyalir pemicu kuat melempemnya pembinaan dan pelayanan KB. "Jika mengacu pada UU No 52/2009, hingga PP-nya yang dikeluarkan Kemendagri, BKKBD merupakan kewenangan wajib yang sudah diamanatkan, sehingga program KB pun wajib ada di kab/kota," pungkas Siti.
Oleh: Agus Alamsyah
0 Komentar