Pada pekan akhir April lalu, jadi perhatian
pemerintah daerah berikut sekalangan masyarakat. Pemberitaan media online populer terbitan Jakarta, menulis
adanya lonjakan angka kehamilan di Kota Tasikmalaya, meroket hingga 105%. Lonjakan
di tengah pandemi Covid-19. Pimpinan dinas terkait mempersoalkan lansiran
beritanya.
Persisnya, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota
Tasikmalaya, dr Uus Supangat, yang dalam nada memprotes pemberitaan itu. Sebab,
dari catatan datanya, justru di rentang masa imbauan warga harus banyak berada
di rumah untuk cegah penyebaran Covid-19, ada penurunan angka ibu hamil
sejumlah 2,3%.
Disebutkan dalam pemberitaan, angka kenaikan ibu-ibu
hamil 105% merujuk pada data angka kunjungan pertama ibu hamil ke lingkup
layanan kesehatan, yang diasumsikan sebagai warga perempuan positif hamil
sejumlah 3.219 orang, selama Januari-Maret 2020. Pewarta media itu mengutip
ucapan seorang pejabat kabid di Dinas Kesehatan.
Dengan mengungkit lansiran data media itu, sambung Uus,
kalau dalam rentang bulan Januari-Maret 2020, ada kunjungan ibu-ibu hamil ke
tempat-tempat layanan kesehatan (K1 Askes) sebanyak 3.219 orang, lantas
membandingkannya ke rentang (bulan) sama di tahun 2019, ada angka kunjung 3.296
orang.
Dengan begitu, versinya, tidak ada angka 1.500-an
orang ibu hamil sepanjang pandemi Covid tiga bulan itu, yang ada jumlah
kunjungan pertama ibu hamil pada Januari-Maret 2020 lebih sedikit dibanding periode
Januari-Maret 2019. Di Tahun ini 3.219 orang, tahun kemarin 3.296 orang. Berarti
selisihnya sebanyak 77 orang.
“Data yang sebenarnya, 105%, bukan kenaikan jumlah
ibu hamil di Kota Tasikmalaya, selama masa imbauan warga banyak di rumah. Itu
merupakan data cakupan K1 Akses atau kontak pertama ibu hamil ke tenaga
kesehatan,” urai Uus dalam pernyataan tertulis ia yang diterima media Warta Kencana, saat dikonfirmasi.
/Khawatir
anggapan publik/
Sekretaris Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB)
Jawa Barat, Najip Hendra SP, menilai respons dari pejabat yang menyoal adanya lonjakan
kehamilan terkesan ekspresi panik, sekaligus kekhawatiran munculnya anggapan
publik bahwa kinerja perangkat dinas terkait kependudukan yang buruk.
Terlebih di tengah strassing pemerintah dalam kondisi penyebaran virus corona yang
mengeluarkan kebijakan pada warga untuk lebih banyak di rumah. Ujungnya, banyak
yang hamil. Di sisi lain, klaim yang ada sejak pemerintah pusat sampai daerah
mengklaim, pelayanan pada masyarakat di sektor ini terus berjalan selama masa
pandemi.
Diasumsikan, pelayanan KB atau Bangga Kencana tidak
terhenti. Masyarakat terus mendapat pelayanan dengan beberapa penyesuaian. Bila
kemudian muncul berita lonjakan kehamilan, praktis muncul kekhawatiran
pelayanan dianggap terganggu. “Padahal, kalau kita cermati datanya tidak
demikian. Penambahan jumlah kehamilan masih cukup wajar,” kata Najip.
Pun Najip mengkritik kinerja media massa yang dia aggap
kurang hati-hati membaca data, hingga membangun asumsi. Menghubungkan masa
pandemi covid-19 dengan kehamilan tentu tidak salah. Namun, mempersamakan
Januari-Maret 2020 dengan masa pandemi covid merupakan kekeliruan.
Imbauan
social distancing yang kemudian
menjadi physical distancing baru diberlakukan
16 Maret 2020. Artinya, periode Januari-Maret 2020 tidak bisa dikatakan masa
pandemi Covid-19. “Di sini letak kekeliruannya. Seolah-olah selama masa pandemi
terjadi lonjakan kehamilan, padahal datanya tidak linier,” jelas Najip. gus
0 Komentar