Perwakilan kuasa hukum pasangan Iwan-Iip, Selasa (12/1), memberi keterangan pers kepada awak media, menyikapi putusan KPU teranyar ini. |
Kinerja KPU Kab.Tasikmalaya, kembali disoal. Kubu pasangan calon
kepala daerah dalam Pilkada 9 Desember Kab.Tasikmalaya, menganggap cacat hukum
putusan KPU teranyar ini.
Seperti sudah banyak dikabarkan, hasil
Pilkada Kab.Tasikmalaya, dimenangkan petahana Bupati Tasikmalaya, Ade Sugianto
yang berpasangan dengan Cecep Nurul Yakin.
Namun dalam perjalanan kemudian,
perwakilan kuasa hukum kubu pasangan lain mendapati hingga terus melaporkan
kepada Bawaslu adanya kecurangan atau pelanggaran dalam pilkada.
Bawaslu yang menangani laporan,
menindaklanjuti dengan melakukan penelusuran, pemeriksaan saksi sampai ahli,
hingga diyakinkan adanya pelanggaran pilkada. Dipungkas
menerbitkan rekomemdasi yang ditujukan kepada KPU untuk mendiskualifikasi
kemenangan pasangan terlapor Ade-Cecep.
Perwakilan kuasa hukum pasangan calon
Iwan Saputra-Iip Miftahul Paoz di Pilkada Kab.Tasikmalaya, yang melaporkan
pelanggaran itu pada Bawaslu menilai, KPU telah melanggar norma hukum Undang-Undang
Pilkada, dalam membuat putusan menindaklanjuti surat rekomendasi Bawaslu.
Sebelumnya Bawaslu melayangkan surat
ke KPU berisi rekomendasi dengan telah menyatakan calon petahana Ade
Sugianto, terbukti melanggar Pasal 71 Ayat 3, dan sanksinya di Pasal 71 Ayat 5
UU Nomor 6 Tahun 2020, adalah pembatalan calon.
Daddy, perwakilan kuasa hukum pasangan
Iwan-Iip, menanggapi surat putusan KPU Kab.Tasikmalaya yang menjawab surat rekomendasi
Bawaslu Kab.Tasikmalaya, dengan memutuskan calon petahana Ade Sugianto, tak
melanggar Pasal 71 Ayat 3, Senin (11/1/2021).
Dipersoalkan Deddy, putusan KPU
yang masih menempatkan atau mendasarkan satu keputusan pada norma
hukum PKPU Nomor 25 Tahun 2013. PKPU itu dianggapnya sudah tak
relevan. Bertentangan dengan UU Pilkada yang ada.
PKPU itu terbit pada 2013 dan diubah
pada 2014. Sementara, UU Pilkada diundangkan pada 2015, yang diubah terakhir
dengan UU Nomor 6 Tahun 2020. "Harusnya payung hukum yang digunakan KPU adalah UU,
bukan PKPU," papar Daddy kepada wartawan di Rumah Kemuning, Selasa (12/1).
Kekagetan Daddy berikutnya, dalam
keputusannya KPU mengklaim sudah menjalani proses-proses
klarifikasi hingga meminta keterangan saksi ahli sebelum memutuskan bahwa pasangan terlapor melakukan
pelanggaran. Padahal, proses itu merupakan
kewenangan Bawaslu.
Dalam UU Pilkada, lanjut Dady, KPU
sudah tidak lagi memiliki kewenangan dalam urusan pelanggaran pemilihan.
Daddy menjelaskan, laporan
kliennya terkait pelanggaran yang dilakukan cabup petahana sudah memenuhi norma
hukum, baik secara formil dan materil. Laporan juga sudah diregristrasi
dan ditindaklanjuti Bawaslu.
Sesuai kewenangan yang dimiliki, sebut
Daddy, Bawaslu sudah melakukan klarifikasi kepada para pihak terkait.
"Banyak pihak dinilai sudah diklarifikasi oleh Bawaslu, termasuk saksi ahli
dan klien kami sebagai pelapor. Namun, KPU justru mengulang proses itu, yang
seharusnya menjadi kewenangan Bawaslu," ujarnya.
KPU, ulas dia, tak diamanatkan
melakukan hal itu dalam UU Pilkada. Rancunya, dalam putusan KPU
ditampilkan juga UU Pilkada sebagai dasar hukum, tetapi menerapkan juga
norma PKPU Nomor 25 Tahun 2013. Padahal isi dua aturan itu bertentangan.
Melapor ke DKPP
Mendapati hal-hal yang dianggap pihaknya menyimpang bahkan cacat hukum, Daddy meminta, keputusan KPU itu harus dibatalkan secara hukum. Pilihan pihaknya kini sudah melaporkan KPU Kabupaten Tasikmalaya ke Dewan Kohormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) tertanggal 8 Januari 2021.
Adapun isi atau materi
yang dilaporkan pihaknya, dimulai dengan soal tidak diterbitkannya putusan KPU
tentang surat rekomendasi Bawaslu pada 6 Januari 2021, sebagai hari
terakhir putusan. Itu dianggap sudah merupakan pelanggaran etik
yang dilakukan KPU Kabupaten Tasikmalaya.
"Kita sudah laporkan itu ke DKPP
pada 8 Januari. Kita tampilkan bukti juga saksi ahli kepada DKPP. Laporan itu
sudah teregistrasi," kata dia. Saat ini, pihaknya masih menunggu respons dari
DKPP. Jika laporan itu memenuhi syarat, DKPP akan mengirimkan undangan
persidangan.
Sementara, dengan keluarnya putusan
KPU Kabupaten Tasikmalaya tertanggal 11 Januari 2021, lanjut Daddy, akan
menjadi bukti tambahan sebagai bahan pengajuan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi tak bisa dipaksakan
penerapan PKPU 25 Tahun 2013 untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. Karena
ada UU yang lebin tinggi," tandasnya. Menurut dia lagi,
dengan lahirnya putusan KPU teranyar ini membuktikan komisioner KPU
Kabupaten Tasikmalaya, tak menguasai norma hukum yang ada.
Ia
menduga, itu terjadi karena pengaruh tak adanya komisioner KPU
Kabupaten Tasikmalaya yang berlatar belakang hukum. "Itu bahaya
untuk penyelenggara pilkada," tambahnya.
Menghormati putusan
Saat diminta tanggapan berkaitan
putusan KPU berkenaan surat rekomendasi pihaknya, Ketua Bawaslu Kabupaten
Tasikmalaya, Dodi Juanda mengatakan, dirinya menghormati keputusan KPU.
"Dengan adanya putusan itu, KPU
dinilai telah menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. Apapun keputusan itu, kami
hormati," kata dia.
Sementara itu, calon bupati
Tasikmalaya Nomor Urut 4, Iwan Saputra, mengaku kecewa dengan keputusan KPU
sebagai penyelenggara Pilkada.
Padahal, sambung dia, sebagaimana
ditemukan Bawaslu, ada pelanggaran Pasal 71 ayat 3 UU Pemilihan Umum dan
menurut UU itu jelas sekali sanksinya di Pasal 71 ayat 5, berupa pembatalan
calon.
"Kenyataannya semua itu ditolak
dan KPU mengambil putusan dengan acuan PKPU. Padahal, PKPU itu sudah dinyatakan
tidak berlaku sesudah ada UU Pilkada," ucapnya.
Menggunakan kewenangan
Sebelumnya, Bawaslu Kab. Tasikmalaya,
memutuskan merekomendasikan calon bupati petahana Ade Sugianto, melanggar Pasal
71 Ayat 3 sanksinya diskualifikasi.
Rekomendasi itu dilayangkan ke KPU.
Kab.Tasikmalaya. Praktik pelanggaran, temuan Bawaslu, ia menggunakan
kewenangan kepala daerah untuk kepentingan pemilihan dirinya.
Koordinator Divisi Penindakan
Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya, Khoerun Nasichin mengatakan, berdasarkan
hasil kajian terhadap dugaan pelanggaran itu, cabup petahana dinilai telah
melakukan pelanggaran administrasi.
Sejumlah bukti, saksi, termasuk saksi
ahli, sudah diperiksa untuk memberikan keterangan.
Hasilnya, Ade Sugianto memenuhi unsur
pelanggaran administrasi.
"Bagi Bawaslu, itu bukan dugaan lagi. Terlapor terbukti melakukan pelanggaran administrasi. Telapor melanggar Pasal 71 ayat 3," kata dia saat dihubungi wartawan, Rabu (6/1/2021).Pelanggaran administrasi dengan mengeluarkan naskah dinas untuk program sertifikasi tanah wakaf masjid ke tiap DKM di Kabupaten Tasikmalaya. Program itu mengharapkan semua DKM yang mendapatkan program sertifikasi tanah wakaf, mendukung pasangannya. red
0 Komentar