Sarasehan Wangsit Siliwangi, Ikhtiar Merawat Nilai-nilai Luhur Budaya di Kampus Unper

Jadi momentum diskusi budaya beberapa kalangan, di kampus Unper berlangsung Sarasehan Wangsit Siliwangi, Selasa (11/2/25). Ketua Pembina YUS kampus Unper Letjen Endang Suwarya, di pembukaan acara memaparkan urgensi bangsa merawat nilai-nilai luhur budayanya.

Tasikplus.com-Satu kegiatan tematik, Sarasehan Wangsit Siliwangi, “Dalam semangat kebangsaan Indonesia di Provinsi Jawa Barat”, Selasa (11/2/25), berlangsung di auditorium Gedung Mashudi kampus Universitas Perjuangan (Unper) Tasikmalaya.


Menghadirkan tiga pemateri. Sarasehan kemudian menjadi forum diskusi kalangan akademisi, budayawan, dan tokoh masyarakat, penuh sepirit memahami serta mengimplementasikan nilai-nilai Wangsit Siliwangi dalam konteks kebangsaan dan pendidikan tinggi.

Di sesi pembukaan yang dihadiri juga unsur Forkopimda Tasikmalaya serta perwakilan unsur pimpinan kampus di Priangan Timur, Ketua Pembina Yayasan Universitas Siliwangi (YUS), Letjen TNI (Purn) Endang Suwarya, mengungkapkan apa yang menjadi motivasi pihaknya menggelar sarasehan.

Perjalanan bangsa ke depan, sebutnya, perlu dukungan kader-kader muda berpondasi jiwa tangguh. Memahami pesan-pesan sejarah, budaya. Generasi muda yang amanah dan cerdas, matang memahami budaya Indonesia karena itu adalah budaya keluhuran dari nilai-nilai refresentasi masyarakatnya.

Dalam sambutan ketua Pembina YUS disampaikannya pula, motivasi sarasehan tak ubahnya realisasi dari apa-apa yang bisa dikerjakan pihaknya akan terus lakukan, untuk merawat budaya dan cita-cita bangsa, dalam tantangan yang ada.

Ia persepsikan, akulturasi budaya di era global, ditambah merangseknya jejaring media sosial luar biasa dalam interaksi manusia, menimbulkan efek rusaknya nilai-nilai sosial, moral, identitas bangsa. Ia contohkan banyaknya pertengkaran, sampai ada yang meverbalkan kemarahan dengan menyebut, presiden bajingan tolol.

Nilai-nilai budaya yang sudah banyak tergerus itu tak kalah terasa di wilayah Pasundan, Jawa Barat. Masyarakat awam tak paham dengan bermainnya kepentingan-kepentingan global. Karena itu, pihaknya terus internalisasikan pesan-pesan moral dan nilai-nilai sejarah seperti Wangsit Siliwangi, pada akademisi dan generasi muda untuk terus disebarluaskan.

Budaya bisa hilang
Seorang pemateri dalam sarasehan dari Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unpad Bandung, Dr Miftahul Falah M.Hum, mengatakan, ada potensi di suatu saat pada generasi tertentu yang namanya budaya, budaya Sunda, itu bisa hilang, akan hilang sejalan dengan hilangnya identitas kesundaan berkaitan dengan sikap konsistensi masyarakatnya.

Ia paparkan itu apabila kepedulian masyarakat Sunda cukup geming atas eksistensial identitas budaya sekadar sebuah sebutan belaka. Tidak memaknai lebih dalam kehidupannya, tidak memadaikan dalam aktivitas-aktivitas keseharian, tidak memadai dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan.

“Jika sudah demikian, maka bisa jadi budaya Sunda itu akan menghilang seiring dengan berubahnya masyarakat Sunda yang identik dengan budaya Sunda menjadi hanya sebuah masyarakat Sunda, sebagai sebuah sebutan belaka”, sambung Miftahul Falah saat ditanya seusai paparan.

Tantangan perubahan ini beriringan dengan perkembangan zaman dalam lingkungan-lingkungan yang tadinya familiar, mengenal undak-usuk basa, masuk ke arus global. Memudarkan nilai-nilai sosial yang semula ada seperti kegotongroyongan orang Sunda yang dibungkus ku silih asih mikanyaah ka sasama. Budaya saling menolong saling bantu bisa hilang terkikis oleh prinsip-prinsip individualisme. gus
 

0 Komentar